Sabtu, 15 Oktober 2016

Makalah Teknik-Teknik Konseling Keluarga



MAKALAH KELOMPOK

Teknik-Teknik Konseling Keluarga

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “BK Perkawinan dan Keluarga” yang di ampu oleh Dra. Hj. Nurul Atieka, M.Pd.

 
Disusun Oleh Kelompok 5

Novi Ria Ningsih        14130026
Nurul Arifah               14130028
Yolanda Balqish         14130040



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN KONSELING
2015/2016



KATA PENGANTAR

Segala puji dan puncak kekaguman serta keagungan semata hanya tertuju kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah BK perkawinan dan Keluarga dan tak lupa Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai risalah bagi umat manusia seluruh alam.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Hj. Nurul Atieka, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah BK perkawinan dan Keluarga di Fakultas Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Metro. dan tidak  lupa kepada orang tua dan teman-teman yang sudah memberikan motivasi dan dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan apapun.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan tugas mandiri di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca dan khususnya untuk penulis.


Metro,  November  2015

Penulis



DAFTAR ISI

Halaman judul .................................................................................................  i       
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang    .................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................  1
C.     Tujuan Penulis     ..................................................................................  1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Konseling Keluarga ........................................................... 2
B.     Teknik-Teknik Konseling Keluarga...................................................... 3
                                      
BAB III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA


                   

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Konseling keluarga dalam masa moderen sekarang ini diharapkan dapat berperan aktif dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah yang banyak dihadapi keluarga. Melihat dari perkembangan jaman yang terus bergerak kearah yang lebih maju dan konfelks membuat setiap manusia harus siap menghadapi dan bisa mengikuti arah kemajuan mulai dari tehnologi sampai peradapan.
Konseling khususnya konseling keluarga ikut serta dalam memberikan terapi-terapi untuk dapat membatu masalah-masalah yang duhadapi keluarga dengan berbagai teori yang muncul dimana didalamnya terdapat beberapa tehnik yang dapat dilakukan diantaranya teknik sculpting (mematung), role playing (bermain peran), silence (diam), confrontation (konfrontasi), teaching via questioning, listening (mendengarkan), recapitulating (mengkhitisarkan), summary (menyimpulkan), clarification (menjernihkan), reflection (refleksi).
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian konseling keluarga?
2.      Apa saja teknik-teknik konseling keluarga?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian konseling keluarga.
2.      Untuk mengetahui teknik-teknik konseling keluarga.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konseling Keluarga
Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan pada individu anggota keluarga melalui sitem keluarga agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.
Konseling keluarga memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga dan memandang keluarga secara keseluruhan bahwa permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga yang  efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Konseling keluarga bertujuan membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan anggota keluarga. 
Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa apabila salah seorang anggota keluarga memiliki permasalahan, hal itu akan berpengaruh terhadap persepsi, harapan, dan interaksi anggota keluarga lainnya.  Memperjuangkan (dalam konseling), sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan, serta mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga tehadap anggota keluarga yang lain. Penanganan terhadap keluarga sebagai suatu sistem bertujuan untuk membantu anggota keluarga untuk mengembangkan potensinya agara menjadi manusia yang berguna bagi keluarga dan bangsanya. Disamping itu membantu anggota keluarga yang mengalami gangguan emosi melalui sistem keluarg, yaitu setiap anggota keluarga memerikan konstribusi positif dan pemahaman yang mendalam akan hakekat gangguan tersebut.  
Dengan kata lain keluargalah yang berjasa untuk membantu perkembangan anggotanya dan menyembuhkan anggota yang terganggu. Di indonesia, koneling keluarga baru mulai mendapat pengertian dari masyarakat terutama sejak pesatnya perkembangan kota dan industrialisasi yang cenderung dapat menimbulkan stres kelurga antara lain disebabkan menggebunya anggota keluarga  memenuhi kebutuhan ekonomi, sehingga mereka jarang berkumpul di rumah dan terjadi pergeseran nilai begitu cepat sementara orang tua belum siap menerima dan masih berpegang dengan nilai-nilai lama.

B.     Teknik-Teknik Konseling Keluarga
Pendekatan system yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10   teknik konseling keluarga, yaitu:
1.        Sculpting (mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga    yang menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga. Klien diberi izin menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting digunakan konselor untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui tindakan (perbuatan). Hal ini bisa dilakukan dengan “the family relationshop tebelau” yaitu anggota keluarga yang “mematung”, tidak memberikan respon apa-apa, selama seorang anggota menyatakan perasaannya secara verbal.

2.         Role playing (bermain peran) yaitu suatu teknik yang memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas atau terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan lain-lai. Peran itu kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapai suatu prilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai. Role playing atau bermain peran, sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000). Model Pebelajaran Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.. Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru.

3.        Silence (diam). Dalam proses konseling, adakalanya seorang konselor pada untuk bersikap diam. Adapun alasan konselor melakukan hal ini dapat dikarenakan konselor yang menunggu klien bepikir, bentuk protes karena klien bicara dengan berbelit-belit atau menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bbas berbicara. Diam disini bukan bararti tidak ada komunikasi akan melainkan tetap ada yait melalui perilaku non verbal. Yang paling ideal, diam itu paling tinggi 5-10 detik dan selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal. (Namora Lumongga Lubis. 2011: 101). Apabila anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan konselor dengan tutup mulut. Kedaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu gejala prilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru. Disamping itu juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan lain-lain.

4.        Confrontation (konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga, Atau konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang memantang klien untuk meliht adanya diskrepansi atau inkonsistensi secara perkataan dan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum, dengan kedihan dan sebagainya. Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur serta menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasabya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin saling tuding. (Namora Lumongga Lubis. 2011: 99). Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur serta menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasabya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin saling tuding.

5.        Teaching via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota dengan cara bertanya,. 
6.         Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik ini untuk mendengarkan dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian terhada setiap pernyataan klien, tidak menyela ketika klien sedang serius.
Listening skill (keterampilan mendengarkan). Keterampilan ini terdiri dari;
1)            Attending, yaitu pernyataan dalam bentuk verbal dan non verbal ketika klien memasuki ruang konselor,
2)            Paraphrasing, yaitu respon konselor terhadap pesan utama dalam pernyataan klien. Respon tersebu merupakan pernyataan ringkas dalam bahasa konselor sendiri tentang pernyataan klien,
3)            Clarfyng, yaitu pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor memperjelas masalah klien,
4)            Perception checking, yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor. (Sofyan S. Willis. 2009:141-142). 

7.        Recapitulating (mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor mengatakan “rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami anda berkata kasar”.

8.         Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar konseling bisa berlanjut secara progresif. Hasil percakapan konselor dank lien hendaknya disimpulakn sementara oleh konselor untuk memberikan gambaran kilas balik (feedback) atas hal-hal yang telah dibicarakan sehingga klien dapat menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, meningkatkan kualitas diskusi, dan mempertajam atau memperjelas fokus pada wawacara konseling. 

9.        Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Misalnya mislannya konse,or mengatakan kepada jeni, bukan kepada saya”. Biasanya klarifikasi lebih menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan verbal klien.
a.    Rasional
Dalam keadaan ragu-ragu, sering klien berbicara samar-samar alias tidak jelas. Mungkin dia diliputi perasaan tertentu mungkin menyimpan rahasia, maka klien kurang jelas pengungkapannya.
Mungkin pula ketidakjelasan bersumber dari lemahnya kemampuan mengkomunikasi sesuatu secara jelas. Dalam hal-hal seperti ini konselor harus jeli pengamatannya. Dia berusaha menggunakan teknik “menjernihkan” atau clarifying. (Sofyan S. Willis. 2013:197-198).
b.    Tujuan latihan
Supaya klien dapat menyatakan pesannya (perasaan, pikiran, pengalaman) dengan jelas, alasan yang logis, dan dapat mengilustrasikan perasaan dengan cermat, perlu konselor dilatih supaya mampu :
1.      Menangkap pesan klien yang samar-samar alias tidak jelas atau yang meragukan.
2.      Menyusun kalimat yang menjernihkan/ meng-clear-kan (clarifying) pernyataan-pernyataan (pesan-pesan) yang samar-samar, meragukan, dan tidak jelas.

c. Materi
1.      Katihan menangkap pesan-pesan yang samar-samar dan yang jelas.
2.      Latihan menyusun kalimat-kalimat menjernihkan terhadap pernyataan klien yang samar-samar dan meragukan.

10.  Reflection (refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. “tanpaknya anda jengkel dengan prilaku seperti itu”. Secara lebih sederhana, refleksi dapat didefenisikan sebagai upaya konselor memperoleh informasi lebih mendalam tentang apa yang dirasakan oleh klien dengan cara memantulkan kembali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Dalam hal ini, seorang konselor dituntut untuk menjadi pendengar yang aktif. Hal senada juga diungkapkan oleh Bolton (2003) yang mengatakan bahwa bahwa mendengar adalah lebih dari hanya mendengarsaja. Lebih khusus ia mengatakan dalam proses mendengarkan terdapat unsur menyimak, yang berarti konselor harus memerhatikan sungguh-sungguh peran yang disampaikan oleh klien. (Namora Lumongga Lubis. 2011: 93-94)
      Ada tiga jenis refleksi yaitu:
1)   Reflecting feelings (Merefleksi Perasaan).
     Pada refleksi perasaan, konselor mencerinkan kembali perasaan yang disampaikna oleh klien.
     Contoh:
     Klien: saya begitu yakin akan menamatkan sekolah pada usia sekarang. Tetapi saya gagal menyelesaikannya. Saya merasa bodoh.
     Konselor: jadi, kegagalan itulah yang menyebabkan anda merasa bodoh?
2)    Reflecting meanings
Apabila perasaan dan fakta dicmpurkan dalam suatu respons yang akurat, hal inilah disebut sebagai refleksi makna.
Contoh :
Klien : Ibu guru supaya terus menerus bertanya tentang kehidupan saya. Saya tidak ingin dia melakukan hal itu.
Konselor : anda merasa jengkel karena dia tidak merespek privasi anda.
3)        Summative reflections (refleksi sumatif)
Terjadi suatu refleksi sumatif, bila diungkapkan kembali secara singkat tema dan perasaan utama yang dieksresikan pembicara selama durasi percakapan yang lebih lama dari pada yang terlip oleh bentuk refleksi lainnya.
Menurut Bolton (2002), kalimat-kalimat berikut dapat digunakan untuk memulai refleksi sumatif: “tema yang selalu anda ulang seperti adalah …” “marilah kita melakukan rekapitulasi dari dari apa yang sudah kita bicarakan sejauh ini. “saya memikirkan apa yang anda katakana. Saya melihat suatu pola dan saya ingin mengeceknya. Anda.

Ciri-ciri respons refleksi adalah:
a.       Tidak menilai (nonjudgmental).
b.      Refleksi akurat dari apa yang dialami oleh pihak yang lain.
c.       Ringkas.
d.      Kadang-kadang lebih banyak dalam dan pada kata-kata yang
terucap.







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konseling keluarga memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga dan memandang keluarga secara keseluruhan bahwa permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga yang  efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Konseling keluarga bertujuan membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan anggota keluarga. Konseling khususnya konseling keluarga ikut serta dalam memberikan terapi-terapi untuk dapat membatu masalah-masalah yang duhadapi keluarga dengan berbagai teori yang muncul dimana didalamnya terdapat beberapa tehnik yang dapat dilakukan diantaranya teknik sculpting (mematung), role playing (bermain peran), silence (diam), confrontation (konfrontasi), teaching via questioning, listening (mendengarkan), recapitulating (mengkhitisarkan), summary (menyimpulkan), clarification (menjernihkan), reflection (refleksi).









DAFTAR PUSTAKA

Willi, Sofyan S. 2015. Konseling Keluarga. Bandung : Alfabeta.
Lubis Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta: Kencana

Willis, Sofyan S. 2008. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta