MAKALAH KELOMPOK
Teknik-Teknik Konseling Keluarga
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah “BK
Perkawinan dan Keluarga” yang di ampu oleh Dra. Hj. Nurul Atieka, M.Pd.
Disusun
Oleh Kelompok 5
Novi Ria Ningsih 14130026
Nurul Arifah 14130028
Yolanda Balqish 14130040
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN KONSELING
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan puncak kekaguman serta keagungan semata hanya tertuju
kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan baik jasmani maupun
rohani sehingga penulis dapat menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mandiri
mata kuliah BK perkawinan dan Keluarga
dan tak lupa Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai risalah bagi umat manusia seluruh
alam.
Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra.
Hj. Nurul Atieka, M.Pd. selaku dosen
pengampu mata kuliah BK perkawinan dan
Keluarga di Fakultas Bimbingan dan Konseling Universitas
Muhammadiyah Metro. dan tidak lupa kepada
orang tua dan teman-teman yang sudah memberikan motivasi dan dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
halangan apapun.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan tugas mandiri di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk pembaca dan khususnya untuk penulis.
Metro,
November
2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
judul ................................................................................................. i
Kata
Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ..................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C.
Tujuan Penulis .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konseling Keluarga ........................................................... 2
B.
Teknik-Teknik Konseling Keluarga...................................................... 3
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................
6
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Konseling keluarga dalam masa moderen
sekarang ini diharapkan dapat berperan aktif dalam membantu menyelesaikan
masalah-masalah yang banyak dihadapi keluarga. Melihat dari perkembangan jaman
yang terus bergerak kearah yang lebih maju dan konfelks membuat setiap manusia
harus siap menghadapi dan bisa mengikuti arah kemajuan mulai dari tehnologi
sampai peradapan.
Konseling khususnya konseling keluarga
ikut serta dalam memberikan terapi-terapi untuk dapat membatu masalah-masalah
yang duhadapi keluarga dengan berbagai teori yang muncul dimana didalamnya
terdapat beberapa tehnik yang dapat dilakukan diantaranya teknik sculpting
(mematung), role playing (bermain peran), silence (diam), confrontation
(konfrontasi), teaching via questioning, listening (mendengarkan),
recapitulating (mengkhitisarkan), summary (menyimpulkan), clarification
(menjernihkan), reflection (refleksi).
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian konseling keluarga?
2.
Apa saja
teknik-teknik konseling keluarga?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian konseling keluarga.
2.
Untuk
mengetahui teknik-teknik konseling keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Konseling Keluarga
Konseling keluarga adalah upaya
bantuan yang diberikan pada individu anggota keluarga melalui sitem keluarga
agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas
dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan
kecintaan terhadap keluarga.
Konseling keluarga memfokuskan pada
masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya
melibatkan anggota keluarga dan memandang keluarga secara keseluruhan bahwa
permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga yang efektif diatasi jika melibatkan anggota
keluarga yang lain. Konseling keluarga bertujuan membantu anggota keluarga
belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan
anggota keluarga.
Membantu anggota keluarga agar dapat
menerima kenyataan bahwa apabila salah seorang anggota keluarga memiliki
permasalahan, hal itu akan berpengaruh terhadap persepsi, harapan, dan
interaksi anggota keluarga lainnya.
Memperjuangkan (dalam konseling), sehingga anggota keluarga dapat tumbuh
dan berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan, serta mengembangkan
rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga tehadap anggota keluarga yang
lain. Penanganan terhadap keluarga sebagai suatu sistem bertujuan untuk membantu
anggota keluarga untuk mengembangkan potensinya agara menjadi manusia yang
berguna bagi keluarga dan bangsanya. Disamping itu membantu anggota keluarga
yang mengalami gangguan emosi melalui sistem keluarg, yaitu setiap anggota
keluarga memerikan konstribusi positif dan pemahaman yang mendalam akan hakekat
gangguan tersebut.
Dengan kata lain keluargalah yang
berjasa untuk membantu perkembangan anggotanya dan menyembuhkan anggota yang
terganggu. Di indonesia, koneling keluarga baru mulai mendapat pengertian dari
masyarakat terutama sejak pesatnya perkembangan kota dan industrialisasi yang
cenderung dapat menimbulkan stres kelurga antara lain disebabkan menggebunya
anggota keluarga memenuhi kebutuhan
ekonomi, sehingga mereka jarang berkumpul di rumah dan terjadi pergeseran nilai
begitu cepat sementara orang tua belum siap menerima dan masih berpegang dengan
nilai-nilai lama.
B. Teknik-Teknik
Konseling Keluarga
Pendekatan
system yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga, yaitu:
1.
Sculpting (mematung) yaitu
suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga yang menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai
masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga. Klien diberi izin
menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting digunakan
konselor untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, untuk
mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui verbal, untuk
mengizinkan anggota keluarga mengungkapkan perasaannya melalui tindakan
(perbuatan). Hal ini bisa dilakukan dengan “the family relationshop tebelau”
yaitu anggota keluarga yang “mematung”, tidak memberikan respon apa-apa, selama
seorang anggota menyatakan perasaannya secara verbal.
2.
Role playing (bermain peran) yaitu suatu teknik
yang memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah
peran orang lain dikeluarga itu, misalnya anak memainkan peran sebagai ibu.
Dengan cara itu anak akan terlepas atau terbebas dari perasaan-perasaan
penghukuman, perasaan tertekan dan lain-lai. Peran itu kemudian bisa
dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia menghadapai suatu
prilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai. Role playing atau bermain peran, sejenis permainan
gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang
(Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi
tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas.
Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas
dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan
memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000). Model Pebelajaran Role
Playing adalah suatu cara
penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan
siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya
dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak
pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi
masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek
pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan
menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai
dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional,
2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan
menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi
kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara
terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan
berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih
mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam
pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses
pembelajaran tidak mungkin terjadi.. Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan
nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara
berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan
guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas
scenario dari guru.
3.
Silence (diam). Dalam proses konseling, adakalanya seorang konselor pada untuk bersikap
diam. Adapun alasan konselor melakukan hal ini dapat dikarenakan konselor yang
menunggu klien bepikir, bentuk protes karena klien bicara dengan berbelit-belit
atau menunjang perilaku attending dan
empati sehingga klien bbas berbicara. Diam disini bukan bararti tidak ada
komunikasi akan melainkan tetap ada yait melalui perilaku non verbal. Yang
paling ideal, diam itu paling tinggi 5-10 detik dan selebihnya dapat diganti
dengan dorongan minimal. (Namora Lumongga Lubis. 2011: 101). Apabila anggota berada
dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota lain yang suka
bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan konselor dengan tutup
mulut. Kedaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu gejala
prilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru. Disamping itu juga
digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan lain-lain.
4.
Confrontation (konfrontasi) ialah suatu
teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan pendapat-pendapat anggota
keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling keluarga, Atau
konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang memantang klien untuk meliht
adanya diskrepansi atau inkonsistensi secara perkataan dan bahasa badan
(perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum, dengan kedihan dan
sebagainya. Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan
jujur serta menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa
biasabya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin
saling tuding. (Namora Lumongga Lubis. 2011: 99). Tujuan
agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan jujur serta menyadari
perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasabya yang banyak
omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin saling tuding.
5.
Teaching via Questioning ialah
suatu teknik mengajar anggota dengan cara bertanya,.
6.
Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan
agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang
lain. Konselor menggunakan teknik ini untuk mendengarkan dengan perhatian
terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari cara duduk konselor yang
menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian terhada setiap pernyataan klien,
tidak menyela ketika klien sedang serius.
Listening skill (keterampilan
mendengarkan). Keterampilan ini
terdiri dari;
1)
Attending,
yaitu pernyataan dalam bentuk verbal dan non verbal ketika klien memasuki ruang
konselor,
2)
Paraphrasing,
yaitu respon konselor terhadap pesan utama dalam pernyataan klien. Respon
tersebu merupakan pernyataan ringkas dalam bahasa konselor sendiri tentang
pernyataan klien,
3)
Clarfyng,
yaitu pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor memperjelas masalah
klien,
4)
Perception
checking, yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor. (Sofyan S. Willis.
2009:141-142).
7.
Recapitulating
(mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan
yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu
kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor
mengatakan “rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami
anda berkata kasar”.
8.
Summary
(menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya
agar konseling bisa berlanjut secara progresif. Hasil percakapan konselor dank
lien hendaknya disimpulakn sementara oleh konselor untuk memberikan gambaran
kilas balik (feedback) atas hal-hal yang telah dibicarakan sehingga klien dapat
menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, meningkatkan kualitas
diskusi, dan mempertajam atau memperjelas fokus pada wawacara konseling.
9.
Clarification (menjernihkan)
yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu pernyataan
anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi juga terjadi untuk
memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Misalnya mislannya konse,or
mengatakan kepada jeni, bukan kepada saya”. Biasanya klarifikasi lebih
menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan verbal klien.
a.
Rasional
Dalam keadaan ragu-ragu, sering klien berbicara
samar-samar alias tidak jelas. Mungkin dia diliputi perasaan tertentu mungkin
menyimpan rahasia, maka klien kurang jelas pengungkapannya.
Mungkin pula ketidakjelasan bersumber dari lemahnya
kemampuan mengkomunikasi sesuatu secara jelas. Dalam hal-hal seperti ini
konselor harus jeli pengamatannya. Dia berusaha menggunakan teknik
“menjernihkan” atau clarifying.
(Sofyan S. Willis. 2013:197-198).
b.
Tujuan latihan
Supaya klien dapat menyatakan pesannya (perasaan,
pikiran, pengalaman) dengan jelas, alasan yang logis, dan dapat
mengilustrasikan perasaan dengan cermat, perlu konselor dilatih supaya mampu :
1. Menangkap
pesan klien yang samar-samar alias tidak jelas atau yang meragukan.
2. Menyusun
kalimat yang menjernihkan/ meng-clear-kan
(clarifying) pernyataan-pernyataan
(pesan-pesan) yang samar-samar, meragukan, dan tidak jelas.
c. Materi
1. Katihan
menangkap pesan-pesan yang samar-samar dan yang jelas.
2. Latihan
menyusun kalimat-kalimat menjernihkan terhadap pernyataan klien yang
samar-samar dan meragukan.
10. Reflection (refleksi) yaitu cara konselor
untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan klien, baik yang berbentuk
kata-kata atau ekspresi wajahnya. “tanpaknya anda jengkel dengan prilaku
seperti itu”. Secara lebih
sederhana, refleksi dapat didefenisikan sebagai upaya konselor memperoleh
informasi lebih mendalam tentang apa yang dirasakan oleh klien dengan cara
memantulkan kembali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Dalam hal ini,
seorang konselor dituntut untuk menjadi pendengar yang aktif. Hal senada juga
diungkapkan oleh Bolton (2003) yang mengatakan bahwa bahwa mendengar adalah
lebih dari hanya mendengarsaja. Lebih khusus ia mengatakan dalam proses
mendengarkan terdapat unsur menyimak, yang berarti konselor harus memerhatikan
sungguh-sungguh peran yang disampaikan oleh klien. (Namora Lumongga Lubis.
2011: 93-94)
Ada tiga
jenis refleksi yaitu:
1)
Reflecting
feelings (Merefleksi Perasaan).
Pada refleksi perasaan, konselor
mencerinkan kembali perasaan yang disampaikna oleh klien.
Contoh:
Klien: saya begitu yakin akan menamatkan
sekolah pada usia sekarang. Tetapi saya gagal menyelesaikannya. Saya merasa
bodoh.
Konselor: jadi, kegagalan itulah yang
menyebabkan anda merasa bodoh?
2)
Reflecting meanings
Apabila perasaan dan fakta
dicmpurkan dalam suatu respons yang akurat, hal inilah disebut sebagai refleksi
makna.
Contoh :
Klien : Ibu guru supaya terus
menerus bertanya tentang kehidupan saya. Saya tidak ingin dia melakukan hal
itu.
Konselor : anda merasa jengkel
karena dia tidak merespek privasi anda.
3)
Summative reflections (refleksi
sumatif)
Terjadi suatu refleksi sumatif, bila diungkapkan
kembali secara singkat tema dan perasaan utama yang dieksresikan pembicara
selama durasi percakapan yang lebih lama dari pada yang terlip oleh bentuk
refleksi lainnya.
Menurut Bolton (2002), kalimat-kalimat berikut dapat
digunakan untuk memulai refleksi sumatif: “tema yang selalu anda ulang seperti
adalah …” “marilah kita melakukan rekapitulasi dari dari apa yang sudah kita
bicarakan sejauh ini. “saya
memikirkan apa yang anda katakana. Saya melihat suatu pola dan saya ingin
mengeceknya. Anda.”
Ciri-ciri respons refleksi adalah:
a.
Tidak menilai (nonjudgmental).
b.
Refleksi akurat dari apa yang dialami oleh pihak yang lain.
c.
Ringkas.
d.
Kadang-kadang lebih banyak dalam dan pada kata-kata yang
terucap.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konseling keluarga memfokuskan pada
masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya
melibatkan anggota keluarga dan memandang keluarga secara keseluruhan bahwa
permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga yang efektif diatasi jika melibatkan anggota
keluarga yang lain. Konseling keluarga bertujuan membantu anggota keluarga
belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan
anggota keluarga. Konseling khususnya konseling keluarga ikut serta dalam
memberikan terapi-terapi untuk dapat membatu masalah-masalah yang duhadapi
keluarga dengan berbagai teori yang muncul dimana didalamnya terdapat beberapa
tehnik yang dapat dilakukan diantaranya teknik sculpting (mematung), role
playing (bermain peran), silence (diam), confrontation (konfrontasi), teaching
via questioning, listening (mendengarkan), recapitulating (mengkhitisarkan),
summary (menyimpulkan), clarification (menjernihkan), reflection (refleksi).
DAFTAR PUSTAKA
Willi, Sofyan
S. 2015. Konseling Keluarga. Bandung
: Alfabeta.
Lubis Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta:
Kencana
Willis, Sofyan S. 2008. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta